Pernahkah kita mengalami kekejaman? Sebagian orang akan mengiyakan dan mengatakan pernah atau bahkan menjadi pemeran. Lalu yang lain akan bingung dengan dirinya sendiri. Ya, tidak dapat dipastikan dan tidak dapat pula dikalkulasi. Namun, semua itu dapat dilihat dan diamati dengan jelas melalui dua bola mata yang masih peka dengan keadaan. Dan tentunya kita dapat merasakan, kekejaman yang terjadi seolah tak menyisakan sedikitpun ruang kenyamanan bagi kita sehingga kita menjadi korban yang tak diberi perhatian apa-apa. Seperti itulah wajah buruk yang menjadi cermin pendidikan saat ini. Kita seolah terkurung dan menjadi korban dari kekejaman rumah sendiri.
Lihatlah pada naungan kita berada. Naungan pendidikan yang menjadi rumah tempat kita bereksperimen, tempat beraksi, tempat pengembangan pemikiran, katanya. Tempat meraut, merangkai dan manguraikan segala imajinasi dan pengetahuan. Sungguh kadang tak membuat kita senang bila terlalu larut di dalamnya. Betapa tidak? Rumah yang seharusnya nyaman untuk kita berlindung, seolah tak dapat mmberikan apa-apa pada penghuninya. Di dalam, sesak dengan kondisi yang memprihatinkan oleh sarana sehingga ketidaktercapaian tujuan yang ingin dicapai pun terjadi.
Mari tengok ruangan kuliah yang selalu digunakan oleh mahasiswa untuk menemukan dan mendapatkan secercah ilmu pengetahuan. Prihatin! Tak terelakkan jika kata itu yang spontan keluar.
Tak dapat disalahkan pula sebab itu mewakili perasaan yang tak dapat terbendung untuk mengungkapkan atau bahkan mengeluarkan kegundahan hati bagi siapa saja yang melihatnya. Masuk dan perhatikan papan tulis yang rutin digunakan setiap hari. Sekilas mahasiswa sudah terbiasa dengan keadaan benda ini. Tetapi, ada suatu rasa tersendiri yang menyentuh sanubari kita. Akan menjadi bahan tertawaan ketika dosen menuliskan materi kuliah di papan tulis, lantas di tengah-tengah papan tulis terlihat tembok dan tanpa disadari di tempat itu pun dituliskan, dan ternyata papan tulis itu bolong.
Memang lucu. Tetapi, sesungguhnya dalam hati kita akan timbul pemikiran yang bisa saja memicu adrenalin kita tentang gambaran pendidikan Indonesia. Pendidikan yang katanya diutamakan. Namun, tergambar jelas dari hal kecil seperti ini, papan yang mungkin dianggap hal sepele telah memperlihatkan gambaran kepedulian terhadap pendidikan. Mungkinkah juga tak disadari jika sarana dan prasarana dapat mendukung tercapainya suatu mutu pendidikan yang baik.
Sebagian orang akan berpikir bahwa hal semacam ini adalah hanya hal kecil. Tetapi tunggu dulu.
Mari kita perhatikan proses keberhasilan pendidikan itu sendiri. Hal kecil akan menjadi luar biasa jika kita dapat mengendalikan dan dapat memberikan respon yang baik. Peningkatan mutu pendidikan tak akan dapat terealisasi hanya dengan impian dan kata-kata belaka. Tindakan dan perilaku yang berawal dari hal kecil sangat menentukan untuk mendapatkan hasil yang maksimal. Teruatama dalam mencapai mutu pendidikan yang baik.
Adakah sisi lain yang masih mengkhawatirkan? Ya. Tentu masih banyak lagi. Ketika sedang gencar-gencarnya beredar isu beasiswa. Mahasiswa berbondong-bondong untuk memasukkan berkas dalam kepengurusan tersebut. Terutama bagi mahasiswa yang berprestasi dan dianggap tidak mampu. Pemerintah telah memberikan apresiasi terhadap mereka yang memenuhi syarat untuk mendapatkannya. Lalu sudahkah terealisasi dengan baik? Jelaslah orang yang sudah pernah merasakannya akan mengatakan ya. Sudah terelalisasi dengan baik atau bahkan akan mengatakan sangat baik. Tetapi tak sedikit orang yang berteriak dalam hati sampai memicu adrenalin mereka untuk meneriakkan ini tidak adil. Ini belum terealisasi dengan baik. Mengapa? Tak jarang orang yang telah memenuhi syarat dan layak untuk mendapatkannya justru tak mendapatkan perhatian apa-apa. Yang terjadi malah sebaiknya. Ini adalah korban kekerasan rumah sendiri. Ada apakah di balik semua ini? Masihkah ada yang mau peduli?
Untuk mencapai mutu pendidikan yang diharapkan, seharusnya berjalan sebagaimana prosedur yang semestinya. Tak perlu membuat diskriminatif tertentu untuk menjalankan semuanya. Bukan hanya itu. Mulai memperhatikan hal-hal kecil saja terutama dalam dunia pendidikan adalah langkah awal yang baik untuk mewujudkan mutu pendidikan yang baik dan bermoral. Di satu sisi, mungkin kita harus langsung turun tangan untuk mengantisipasi keadaan pendidikan saat ini . Tapi, di sisi lain kita membutuhkan pendukung untuk menyukseskan apa yang akan kita lakukan. Lalu, siapa yang harus memulainya?
Lihatlah pada naungan kita berada. Naungan pendidikan yang menjadi rumah tempat kita bereksperimen, tempat beraksi, tempat pengembangan pemikiran, katanya. Tempat meraut, merangkai dan manguraikan segala imajinasi dan pengetahuan. Sungguh kadang tak membuat kita senang bila terlalu larut di dalamnya. Betapa tidak? Rumah yang seharusnya nyaman untuk kita berlindung, seolah tak dapat mmberikan apa-apa pada penghuninya. Di dalam, sesak dengan kondisi yang memprihatinkan oleh sarana sehingga ketidaktercapaian tujuan yang ingin dicapai pun terjadi.
Mari tengok ruangan kuliah yang selalu digunakan oleh mahasiswa untuk menemukan dan mendapatkan secercah ilmu pengetahuan. Prihatin! Tak terelakkan jika kata itu yang spontan keluar.
Tak dapat disalahkan pula sebab itu mewakili perasaan yang tak dapat terbendung untuk mengungkapkan atau bahkan mengeluarkan kegundahan hati bagi siapa saja yang melihatnya. Masuk dan perhatikan papan tulis yang rutin digunakan setiap hari. Sekilas mahasiswa sudah terbiasa dengan keadaan benda ini. Tetapi, ada suatu rasa tersendiri yang menyentuh sanubari kita. Akan menjadi bahan tertawaan ketika dosen menuliskan materi kuliah di papan tulis, lantas di tengah-tengah papan tulis terlihat tembok dan tanpa disadari di tempat itu pun dituliskan, dan ternyata papan tulis itu bolong.
Memang lucu. Tetapi, sesungguhnya dalam hati kita akan timbul pemikiran yang bisa saja memicu adrenalin kita tentang gambaran pendidikan Indonesia. Pendidikan yang katanya diutamakan. Namun, tergambar jelas dari hal kecil seperti ini, papan yang mungkin dianggap hal sepele telah memperlihatkan gambaran kepedulian terhadap pendidikan. Mungkinkah juga tak disadari jika sarana dan prasarana dapat mendukung tercapainya suatu mutu pendidikan yang baik.
Sebagian orang akan berpikir bahwa hal semacam ini adalah hanya hal kecil. Tetapi tunggu dulu.
Mari kita perhatikan proses keberhasilan pendidikan itu sendiri. Hal kecil akan menjadi luar biasa jika kita dapat mengendalikan dan dapat memberikan respon yang baik. Peningkatan mutu pendidikan tak akan dapat terealisasi hanya dengan impian dan kata-kata belaka. Tindakan dan perilaku yang berawal dari hal kecil sangat menentukan untuk mendapatkan hasil yang maksimal. Teruatama dalam mencapai mutu pendidikan yang baik.
Adakah sisi lain yang masih mengkhawatirkan? Ya. Tentu masih banyak lagi. Ketika sedang gencar-gencarnya beredar isu beasiswa. Mahasiswa berbondong-bondong untuk memasukkan berkas dalam kepengurusan tersebut. Terutama bagi mahasiswa yang berprestasi dan dianggap tidak mampu. Pemerintah telah memberikan apresiasi terhadap mereka yang memenuhi syarat untuk mendapatkannya. Lalu sudahkah terealisasi dengan baik? Jelaslah orang yang sudah pernah merasakannya akan mengatakan ya. Sudah terelalisasi dengan baik atau bahkan akan mengatakan sangat baik. Tetapi tak sedikit orang yang berteriak dalam hati sampai memicu adrenalin mereka untuk meneriakkan ini tidak adil. Ini belum terealisasi dengan baik. Mengapa? Tak jarang orang yang telah memenuhi syarat dan layak untuk mendapatkannya justru tak mendapatkan perhatian apa-apa. Yang terjadi malah sebaiknya. Ini adalah korban kekerasan rumah sendiri. Ada apakah di balik semua ini? Masihkah ada yang mau peduli?
Untuk mencapai mutu pendidikan yang diharapkan, seharusnya berjalan sebagaimana prosedur yang semestinya. Tak perlu membuat diskriminatif tertentu untuk menjalankan semuanya. Bukan hanya itu. Mulai memperhatikan hal-hal kecil saja terutama dalam dunia pendidikan adalah langkah awal yang baik untuk mewujudkan mutu pendidikan yang baik dan bermoral. Di satu sisi, mungkin kita harus langsung turun tangan untuk mengantisipasi keadaan pendidikan saat ini . Tapi, di sisi lain kita membutuhkan pendukung untuk menyukseskan apa yang akan kita lakukan. Lalu, siapa yang harus memulainya?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar